Waktu
tak terasa begitu cepat berlalu, ya, Sayang. Berlalu dan perlahan-lahan mulai
menyembuhkan luka di hatiku ini. Luka yang kau torehkan begitu dalam hingga
rasanya aku sangat sulit untuk tetap bertahan hidup.
Katamu,
lupakanlah semua tentang kita. Lupakan kenangan dan janji-janji yang pernah
kita rangkai bersama. Tapi, tidakkah kau sadari, begitu sulitnya aku untuk
melupakan semua yang pernah terjadi di antara kita.
Taukah
kau, Sayang? Hati ini telah sering menangis saat melihatmu dengan dia. Sengajakah
kau bermesraan dengannya di depan mataku? Sengajakah kau membuatku menderita
seperti ini? Sengajakah kau membuatku rapuh sedemikian rupa?
Kisah
kita memang telah lama berakhir. Berakhir karena aku sudah menjanjikan denganmu
untuk memulainya lagi setelah masa sekolah kita berakhir. Dulu kau
menyanggupinya. Menyanggupi untuk menungguku.
Tapi
mengapa semua kau abaikan? Kau anggap angin lalu semua janji-janji dan
keyakinan itu. Telah banyak mimpi yang kita rangkai. Janji di bawah sinar
bintang Sirius. Janji yang sekarang aku sadari tidak dapat terkabul.
Sekarang,
aku telah menuruti semua keinginanmu. Melupakanmu, dan semua apa pun yang
berkaitan dengan kita. Aku sedih? Tentu. Dan tentu saja aku yang menjadi pihak
yang merugi. Tapi aku sadar, Sayang. Ini kesalahanku, dan aku jugalah yang
harus menebusnya.
Kita
tidak pernah bersatu. Kau yang mengatakannya padaku, bukan?