Kamis, 02 Mei 2013

Arah Jalan


Kemarin, lagi-lagi aku melihatmu dengannya. Rasa hati tak menentu. Tapi entah kenapa, nalarku malah menyuruhku tuk mendekatimu.
Egoku tertutupi rasa yang halus dan tak teraba.
Tapi sejenak aku tersadar, langkah kaki kita tak lagi sama. Tujuan kita tlah berbeda.
Kau sudah bersamanya, menuju suatu jalan yang tak akan pernah aku lalui. Dan di sini, aku berjalan sendirian. Meneruskan jalan yang dulu sempat kulalui bersamamu.
Jalan yang akhirnya tak akan kau teruskan langkahmu.
Kau berhenti di persimpangan dan memilih meneruskan langkahmu bersamanya. Meninggalkanku yang termenung  bak manekin yang tak bisa dipindahkan lagi.
Ya, di jalan itu aku cukup lama berhenti.
Menatap punggungmu dari kejauhan. Menatap lenganmu—yang selalu kujadikan tempat bergelayut—kini merangkulnya dengan erat.
Ingin menangis, tapi aku tak sanggup. Ingin berteriak, tapi tak sepatah kata pun yang keluar dari bibirku. Karena itu semua tak akan merubah suatu apa pun.
Akhirnya aku menyerah. Memang sedari awal kita hanya dipertemukan untuk saling menemani di sebagian jalan. Karena kau memang sudah takdirnya untuk berbelok arah.
Kau dan aku hanya segelintir harapan di antara ribuan serpihan takdir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar